***
Judul: Si Pemuas Satu Kos
Penulis: Jeremy Murakami
Jumlah halaman: 54 halaman
Harga: Rp 15k
***
Di jalan raya dekat jalan masuk perumahan gue, ada sebuah kosan yang terkenal super liar. Konon, kata orang-orang sekitar, penghuni kosan ini berisi para mandor dan tukang yang terlibat dalam pengerjaan proyek pembangunan di perumahan-perumahan sekitar. Apa liarnya? Bisa bayangin kan para mandor dan tukang yang pasti kebanyakan memiliki badan yang berotot dan seksi secara alami akibat aktivitas fisik berat? Dan para mandor dan tukang yang harus bekerja fisik sangat keras setiap harinya memang terkenal memiliki libido yang tinggi akibat hormon testosteron dan adrenalin yang tinggi setiap pulang kerja. Alhasil, kabarnya mereka demen bareng-bareng menggarap perek dan dipakai barang-barang di kamar mereka yang kumuh dan berisi belasan orang dalam satu kamar! Seru gak tuh?! Belasan pria macho yang bau keringat dan memiliki badan seksi alami karena bekerja keras tiap harinya saling patungan untuk menggilir seorang cewek untuk menjadi pemuas mereka bersama-sama! Bayanginnya aja aku udah ngaceng parah!
Perkenalkan, nama gue Harlan Dwitama. Umur gue 20 tahun dan bersekolah di sebuah universitas elit swasta di Jakarta. Gue lahir di sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang kebetulan cukup berada di ibu kota. Gue anak kedua dari dua bersaudara. Kakak gue perempuan, beda 12 tahun sama gue dan sudah menikah dengan bule serta tinggal di Amerika Serikat. Papa gue adalah pengusaha furniture kelas high end yang produknya diekspor ke Amerika Utara, Eropa, Australia, dan Selandia Baru. Dia jarang berada di rumah dan selalu berkeliling dunia untuk mengikuti pameran-pameran furniture di seluruh dunia. Sedangkan ibu gue bukan ibu rumah tangga biasa. Dia seorang ibu sosialita yang banyak sekali kegiatannya dan akhir-akhir ini keluarga gue baru membeli sebuah perkebunan anggur di Champagne, Prancis sehingga ibu gue banyak tinggal disana. Alhasil, gue biasanya tinggal sendirian di rumah bersama pembantu, sopir dan tukang kebun gue yang sudah gue anggap sebagai saudara sendiri.
Sejak kecil gue tahu gue berbeda. Iya, gue ini homoseks. Dan bukan gay biasa. Gue ini power bottom. Hahaha. Karena bergelimang harta, gue bisa menyewa berbagai escort tampan, dari yang diam-diam model L-Men, bintang FTV tidak terlalu terkenal, model, influencer Instagram, sampai gigolo bule yang seksi dan berotot yang berkunjung ke Indonesia. Beberapa kali gue sempat menyewa bintang porno kelas internasional yang terkenal dan kebetulan sedang berkunjung ke Jakarta atau Bali. Secara gampangnya, hampir semua top dari yang ganteng sampai terkenal pun sudah gua cicipi di Jakarta. Mereka semua itu basi! Sekarang, gua lagi demen banget diewe sama cowok-cowok straight yang mukanya garang dan tidak terlalu merawat diri atau tidak metroseksual. Yang kerjanya semacam kuli, tukang bangunan, atau kerjaan kasaran, seperti tukang becak, gitu gue suka banget dah!
Sampai suatu ketika, gue tidak sengaja mendengar pembicaraan antara sopir dan tukang kebun gue di suatu sore habis kuliah. Gue lagi duduk-duduk baca majalah di ruang keluarga, sedangkan kedua sopir dan tukang kebun gue lagi nyiram bunga di taman sambil ngobrol ringan.
“Eh, gue habis diceritain sama temen gue dari kampung yang kerja jadi tukang nih,” kata Bang Tono, tukang kebun gue, memulai pembicaraan.
“Emang ada Ton?” timpal Bang Joni, sopir pribadi gue yang antar jemput gue sekolah.
“Elo tahu kan kosan yang di jalan raya pas jalan masuk gapura perumahan ini?” kata Bang Tono memulai. “Yang katanya mantan asrama sekolahan deket situ tuh.”
“Yang katanya cuma 300 rebu itu ya, Ton?” jawab Bang Joni menimpali. “Murah banget ya harga segitu di Jakarta. Di tengah kota lagi.”
“Ya tapi elo kan enggak tahu gimana keadaannya.”
“Jelek banget ya, Ton?” tanya Bang Joni menerka-nerka. “Apa jangan-jangan angker? Males banget tinggal di kosan yang banyak demitnya.”
“Bukan,” Bang Joni tampak makin bersemangat. “Tempatnya liar banget! Sampai katanya sering dipakai jadi pesta seks!”
“Ah ngaco aja masa pesta seks di kosan 300 rebuan.”
“Eh, gue kasih tahu elu nih,” sela Bang Joni menimpali. “Itu kan bekas asrama gitu ya. Ada 4 kamar gede gitu doang katanya dan setiap kamar isinya ada 6 kasur susun gitu. Jadi, tiap kamar isi 12 orang. Penghuninya biasanya tukang, mandor, sama pekerja serabutan proyek perumahan kayak disini nih. Makanya murah banget soalnya kan mereka juga cuma sementara disitu. Gilanya lagi, gue denger dari temen gue, di sana para penghuninya sering patungan nyewa perek satu atau dua gitu terus dipake bareng-bareng 12 orang!”
“BANGSAT!” Bang Toni menjawab cekikikan. “SERU BANGET JON DENGERNYA!”
“SERU PALE ELO!” kata Bang Toni sambil memukul kepala Bang Joni. “YANG ADA ELO BISA IKUTAN MATI KENA AIDS, PEYANG!”
“Ya kan bisa gak harus ikut main juga, Ton,” jawab Bang Joni sambil menggosok-gosok kepalanya. “Cuma nonton aja kali!”
“Tapi jengah lah elo lama-lama!” lanjut Bang Toni menjelaskan. “Temen gue cerita awalnya dia biasa aja dan berusaha tidur aja kalau temen-temennya bawa perek. Kebetulan temen gue ini waktu kecil pengen jadi ustadz. Dia alim banget. Tapi, lama-lama dia enggak kuat juga. Masa bisa-bisanya dia kan tidurnya di kasur bawah, ya. Eh, temennya yang tidur di kasur atas sering bawa pacarnya buat diewe malem-malem pas tidur! Enggak modal amat! Temen gue takut mati ketiban orang ngewe, bisa-bisa ikutan masuk neraka dia! HAHAHA!”
Si Bang Toni sama Bang Joni ketawa cekakan makin keras. Gue yang tadi ada di ruang keluarga dekat taman jadi bener-bener penasaran dan mendekati mereka biar makin jelas ceritanya deh.
“Terus, katanya teman gue itu, kalau lagi sewa perek, itu langsung pereknya ditelanjangi terus dipake rame-rame di atas karpet gitu di bagian tengah kamar. Soalnya, kasurnya kan tingkat semua. Takutnya pas lagi ngewe, kepalanya kepentok kasur atasnya. HAHAHA.”
Pas gue sampe di depan mereka, itu yang diucapkan Bang Joni ke Bang Toni. Bang Toni cuma menimpali cekakan.
“Ada apa sih Bang kok rame banget?” tanya gue menimpali kepo.
Sebenarnya gue sudah sempet denger 90% ceritanya sih. Tapi gue tergoda mengorek lebih lagi.
“Eh, enggak, Den… Teman saya cerita dia habis ngekos di kosan depan gapura perumahan ini. Eh, katanya isinya semua pada liar.”
“Liar gimana, Bang Tono?” pancing gua.
“Ya masa tempat kosan murah gitu dipakai pesta seks, nyewa perek terus dipake bareng-bareng satu kosan,” jelas Bang Tono menjawab sambil tetap membantu Bang Joni menyiram bunga. “Mana isinya para tukang-tukang gempal lagi. Apa enggak mati tuh ceweknya dipakai sama tukang-tukang badan segede gaban gitu?”
Jantung gua langsung berdetak kencang. Wah, ini keren banget dong! Gue jadi pengen lihat, dong!
“Wah, yang bener?” tanya gue antusias.
“Iya! Temen saya sampai enggak betah karena hampir tiap hari ramai banget. Isinya, kalau enggak bawa perek terus dipake bareng-bareng, tuh tukang-tukang bawa ceweknya dipake di ranjang susun yang sekamar isinya 12. Mereka semua enggak ada malunya.”
“Emang tempat kosannya yang di mana?”
Si Bang Joni yang lagi sibuk menyiram bunga Mama gue langsung menoleh ke gue cepat-cepat.
“Aden Harlan ngapain tanya-tanya?” tanya si Joni menyelidik. “Mau ikutan rame-rame gilir perek disana ya? Saya laporin Tuan sama Nyonya lho.”
“SEMBARANGAN!” Bang Tono memukul kepala Bang Joni keras-keras. “Ngapain Den Harlan ikutan gilir perek murahan gitu bareng tukang-tukang? Den Harlan kan ganteng. Badannya bagus. Rajin olahraga. Kaya lagi... Dia mah tinggal pergi ke mall aja, lalu ada cewek cantik, diajak pulang aja juga pasti mau. Iya kan, Den?”
Gue ketawa menimpali candaan Bang Tono.
“Iya, iya…” jawab Bang Joni menggosok-gosok kepalanya yang sakit habis dipukul Bang Tono.
Omongan Bang Tono memang ada benarnya. Bukannya gue narsis ya. Tetapi, sebenarnya gue termasuk pria yang sangat tampan. Gue tidak nggondek meskipun gue seorang power bottom. Gue rajin nge-gym, sekitar lima kali seminggu. Kulit gue putih kemerah-merahan. Kenapa kemerah-merahan? Karena gue rajin berenang di kolam renang pribadi rumah gue sekitar empat kali seminggu. Dada gue bidang dan lengan gue kekar dilengkapi bisep dan trisep yang tercetak sempurna. Gue juga punya six pack karena gue selalu berusaha eat clean setiap hari. Kaki gue berotot indah, dan yang terpenting bagi seorang power bottom, tentunya pantat gue! Pantat gue sangat montok dan berotot. Setiap top yang mencoba memakai pantat gue selalu ketagihan karena pantat gue yang bulat, besar, dan mulus. Masalah sama escort dan bintang porno terkenal, mereka malah sering minta tidak usah dibayar! Sebagai gantinya, gue mau diajak collab buat bikin konten OnlyFans yang langsung aja gue tolak! Gue takut viral, lah! Mau ditaruh mana muka gue kalau identitas gue terbongkar?
Lalu bagaimana dengan Bang Tono dan Bang Joni? Sejujurnya mereka juga termasuk tipe cowok yang lagi gue sukai. Keduanya memiliki wajah yang sangat maskulin. Mereka tampan, tetapi bukan tipe yang metroseksual. Ketampanan mereka itu karena mereka tampak jantan dan sangat macho. Belum lagi badan mereka berdua yang cukup berotot karena pekerjaannya yang cukup memerlukan fisik, meskipun tidak sebagus gue. Mereka juga sangat kebapakan pada dasarnya. Tetapi, ini gue tidak segila itu. Hahaha. Gue cinta seks, namun gue menganggap Bang Tono dan Bang Joni itu keluarga. Mereka sekarang sudah berumur pertengahan 30an dan sudah bekerja untuk orangtua gue hampir 10 tahun sejak gue awal masuk SD. Bang Tono dulu yang bekerja di keluarga kami, lalu setahun kemudian Bang Joni diajak Bang Tono saat Mama gue mencari seorang tukang kebun. Bang Tono berani menanggung Bang Jono orang jujur karena mereka teman sekolah dan sama-sama kenal keluarga masing-masing. Mereka juga sudah punya istri dan anak di kampung mereka masing-masing. Gue sangat menghargai mereka karena mereka yang menemani gue tinggal di rumah ini.
“Ya udang Abang-abang, Harlan masuk dulu ya…”
“Iya, Den. Jangan lupa makan malam sama kerja tugas kampus,” ujar Bang Joni sekarang. “Bi Iyem udah siapin makanan di meja makan tadi.”
Gue berterima kasih lalu bergegas masuk ke kamar gue karena masih malas makan.
[ … ]
Karena Bang Tono dan Bang Joni belum sempat memberitahu gue letak tepatnya lokasi kosan itu, gue bergegas mencari tahu sendiri. Esok harinya, setelah Bang Tono mengantar gue pulang rumah dari kampus, gue langsung mengambil motor Tiger merah kesayangan gue lalu bergegas mencari ancer- ancer kosan itu.
“Lho, Aden mau kemana?” tanya Bang Tono seketika setelah gue bergegas menaiki motor Tiger gue dari garasi. “Kok baru sampai sudah langsung pergi lagi? Apa tidak makan dulu, atuh?”
“Enggak usah, Bang. Tadi siang makannya telat. Nanti aja malam Harlan baru makan lagi,” jawab gue singkat. “Harlan cuma mau ke Superindo di depan perumahan aja. Tolong sampein Bi Inem sama Bang Joni kalau Harlan pergi dulu, ya.”
“Ya udah, hati-hati ya, Den,” ucap Bang Tono berpesan. “Jangan pulang malem-malem ya, Den.”
“Iya, Bang Tono. Makasih.”
[ … ]
Setelah berputar-putar cukup lama, akhirnya gue bisa menemukan kos yang kemungkinan dimaksud Bang Tono. Gue memarkir mobil gue di sebelah motor-motor milik penghuni. Kebanyakan motor-motor tua butut yang diparkir di sana. Gue jadi ragu bagaimana reaksi orang- orang di sana kalau gue tanya-tanya kos di sini, ya? Kos ini sangat menarik. Sama seperti penjelasan Bang Tono, gedungnya adalah gedung bekas asrama tua sekolah SMA yang sudah lama ditutup. Fasilitasnya sangat apa adanya.
Masuk area kos, ada area gerbang yang begitu masuk di dalam ada begitu banyak sepeda motor tua berjejer dan terparkir rapi. Di belakang tempat parkir, ada empat buah kamar yang berukuran besar sekali. Di dalamnya, terdapat enam ranjang susun untuk dua belas orang tiap kamar. Waktu gue sampai di sana, gue melihat begitu banyak orang yang baru pulang dari kerja dengan badan penuh keringat dan bau jantan yang sangat menyengat. Gue perhatikan rata-rata penghuni kos adalah pria usia 25-40 tahun yang sepertinya berprofesi sebagai tukang bangunan atau buruh pabrik. Badan mereka rata-rata berotot dari hasil kerja keras fisik.
Lingkungan kos ini sangat cuek. Ada sekitar 20 orang sedang berlalu-lalang hanya menggunakan kolor dan bertelanjang dada, memamerkan kejantanan tubuh mereka. Kontol gue langsung ngaceng melihat mereka semua. Beberapa di antara mereka bahkan sangat seksi dan jantan bukan main. Kata-kata kotor dan sumpah serapah diucapkan dengan santainya disana. Beberapa saling menggoda dengan mencubit pentil temannya atau meremas kontol temannya yang lain.
Gue langsung berkeliling di sekitar gedung. Kamar mandinya juga unik. Ada sebuah ruangan besar tanpa pintu dengan penampungan air yang sangat besar yang bisa dimasuki sampai 20 orang mungkin. Di sana, ada banyak sekali gayung yang tersedia untuk para penghuni mandi bersamaan. Di tembok di seberang penampungan air besar itu terdapat banyak sekali paku untuk menaruh handuk dan celana dalam para penghuni yang sedang mandi. Saat itu, dari luar, gue bisa melihat ada sekitar sepuluh orang sedang mandi telanjang tanpa sungkan dan berjejer memutari penampungan air yang besar itu dan memakai gayung mereka masing. Beberapa menyanyi sambil menikmati kesegaran air yang ada. Ada dua orang di sekitar umur awal 20 tahunan sedang meloco kontol mereka yang sudah tegang di pojokkan dengan santainya. Saat gua menoleh ke mereka, salah satu dari mereka menyemprotkan mani begitu banyak ke bagian samping bak mandi yang bawahnya semua dilengkapi dengan got pembuangan air kecil. Dia dengan santainya menyiram kontolnya dengan air bersih, lalu bersiul dan mandi lagi. Orang-orang di sampingnya pun tampak menganggap apa yang dia lakukan hal yang biasa. Gue semakin bersemangat untuk bisa menghabiskan waktu di sini.
Gue lalu memberanikan diri masuk dan melihat ada tiga buah ruangan bersekat dan berpintu di belakang penampungan air itu. Ternyata itu adalah tempat untuk buang air besar. Jadi, hanya WC saja yang ada pintunya sedangkan tempat mandi hanya sebuah penampungan air komunal dan penghuni mau tak mau harus mandi bersama-sama dalam ketelanjangannya. Gokil banget!
Ketika gue mau keluar dari kamar mandi, gue tidak menyadari ada orang di belakang gue dan bertabrakan dengan seorang laki-laki berusia awal tiga puluhan berbadan tinggi dan kekar serta berbulu lebat. Gue menabrak badannya dan tangan gue membentur kontolnya yang bergelantungan lemas. Gila, dia masuk dari luar sudah telanjang bulat saja.
“Eh, maaf, Bang…”
“Gak papa,” jawab dia santai. “Elo siapa ya? Kok gue enggak pernah lihat sebelumnya.”
“Oh, maaf, saya kesini mau tanya soal kos di sini,” jawab gue grogi. “Kira-kira ada kamar yang kosong enggak ya, Bang?”
Pria telanjang ini dengan santainya memandangi gue lekat-lekat. Dia memandangi wajah gue dan mengamati pakaian gue.
“Apa enggak salah elo mau kos di sini?” tanya dia menyelidik. “Elo Cina?”
“I…iya, bang.”
“Di sini tempatnya begini lho. Sangat sederhana,” jelas pria itu lagi. “Apa elo bisa kerasan?”
“Iya, saya cuma cari kamar untuk ditiduri waktu di Jakarta aja kok bang,” jawab gua mengarang cerita. “Saya tinggal di Bandung, tetapi sering ada urusan di Jakarta. Daripada saya tidur di OYO atau Reddorz terus, mending saya cari kos biar hemat.”
“Oh gitu,” jawab pria itu manggut-manggut. “Sebelah kasur gue kebetulan ada yang kosong. Dia baru keluar soalnya pacarnya kebablas hamil. Begini aja. Loe tunggu gue mandi sebentar. Habis itu, elo gue anter ke rumah penjaga kosan. Rumahnya di kampung belakang, tidak jauh dari kosan ini. Ntar gue anter elu. Gimana?”
“Oke, bang. Makasih banyak,” kata gue tersenyum senang.
“Nama gue Sandro,” katanya sambil meraih tangan gue dengan masih dengan telanjang. Diam-diam gue berharap dia baru memegang kontolnya sebelum bersalaman dengan gua agar gua berasa memegang kontolnya secara tidak langsung. Hahaha. “Nama elo siapa?”
“Harlan,” jawab gue raih tangannya mantap sambil tersenyum ramah.
“Ya udah Harlan, loe tunggu situ sebentar ya. Gue mandi dulu.”
“Siap, Bang,” jawab gue sambil tersenyum nyengir.
Wah beruntungnya gue bisa punya alasan buat berdiri di situ dan ngintipin pria-pria jantan mandi lebih lama. Gua nyengir-nyengir sendiri.
[ … ]
Begitulah. Bang Sandro mengantarkan gue menemui penjaga kos dan gue mendapatkan kasur di sebelah Sandro. Hari itu juga gue berkenalan dengan semua penghuni kamar itu. Gue juga berbohong pada orang rumah kalau besok gue harus menginap di rumah teman selama beberapa hari. Besoknya, gue langsung datang ke kosan dan membawa beberapa potong pakaian untuk ditinggal di lemari kecil di dekat kasur gue biar yang lain tidak curiga kenapa gue tidak mempunyai barang yang disimpan di sana. Di malam pertama itu, gue berinisiatif membeli beberapa kaleng bir dan cemilan agar mereka semua akrab bersama gue. Sandro paling ramah menyambut gue. Dari awal dia selalu tidak segan-segan mengajak gue bicara. Meskipun gayanya slengekan, ternyata dia orangnya asyik juga dan cukup perhatian kepada temannya. Sandro ternyata seorang kuli bangunan, dan dia minta gue bicaranya jangan terlalu formal ke dia karena dia orang yang tidak berpendidikan.
“Aneh aja elu ngomong ke gue pake saya-saya gitu. Kayak ngomong ke pejabat,” katanya lalu terkekeh.
“Oke, Bang,” timpal gue jadi berani lebih santai.
Besoknya, di hari kedua, gue sudah memulai merencanakan untuk memperkenalkan tubuh telanjang gue. Sayangnya, malam itu Bang Sandro belum pulang-pulang juga dari berkencan dengan pacarnya. Gue bertanya ke teman-teman yang lain apakah tidak apa-apa kalau gue tidur telanjang bulat di sini karena itu kebiasaan gue.
"Wah, gak papa, Dek Harlan," ujar Pak Dimas, orang paling tua di kamar itu menimpali. Dia kerja sebagai mandor bangunan. "Kan semuanya di sini cowok. Jadi, tidak usah terlalu dipikirkan."
Gue kegirangan dan langsung melepas semua pakaian yang melekat di tubuh gue sampai tidak ada sebuah benang pun. Seketika itu riuh para penghuni di sana bersorak riuh.
"Wuih, gila, pantatnya Harlan montok amat..."
"Cewek aja kalah montok gak sih tuh, bang..."
"Kulitnya mulus banget..."
"Gak ada bulunya. Kayak badan cewek."
Semuanya tertawa riuh.
"Heh! Istigfar, hoi! Itu cowok. Kayak mau diperkosa aja si Dek Harlan!" kata Pak Dimas, tetapi gue amati mata dia juga masih terpaku terus memandangi pantat gue yang sintal.
Gua cuma cengengesan menanggapi kehebohan teman-teman di kamar gue.
"Udah udah, tidur! Udah malam! Besok kan harus pada ke proyek pagi-pagi," ucap Pak Dimas memberi aba-aba. "Gila, lihat yang montok dikit aja udah pada sange! Sampai lupa ini tuh sama punya kontolnya."
Semuanya ikutan ketawa menanggapi kebenaran kata-kata Pak Dimas, lalu bergegas tidur. Gue yang kegirangan dengan reaksi para kuli melihat tubuh gue tadi jadi berbunga-bunga dan tidak bisa tidur…
Begitu gue menyadari ada yang masuk kamar, gue sadar Bang Sandro yang baru datang dari kencan dengan pacarnya. Gue berpikiran buat menggoda dia. Gue langsung pura-pura tidur dan memunggungi arah kasurnya, sengaja memamerkan pantat montok gue yang dilengkapi lubang mungil pink gue yang gue cukur bersih dari bulu-bulu halus. Gue sengaja sedikit menggoyang-goyangkan pantat bulat besar gue biar bergelayut-gelayut manja sambil berpura-pura mengigau dan mencari perhatian Bang Sandro. Dia kaget mendapati gue tidur tanpa sehelai benang pun. Bang Sandro yang sekarang kelihatannya sudah duduk di kasurnya mulai tergoda dan membangunkanku sambil menggoyang-goyangkan pantat mulus montok telanjangku dengan tangannya yang kokoh dan kasar karena kerja fisik yang keras.
"Dek, kok tidur enggak pake baju? Nanti masuk angin lho, Dek," tanya Bang Sandro sambil menggoyang-goyangkan pantat semok gue dengan tangannya.
Gue dengar Bang Sandro lalu berdecak kagum dan berbisik ke dirinya sendiri, tetapi cukup keras buat gue dengar.
"Ada-ada aja, mana lagi uring-uringan habis pacaran si Dewi enggak mau diewek, pulang-pulang disuguhi pantat montok gini," ucap Bang Sandro pelan sambil mendesah kesal, lalu tidur di kasurnya sendiri sekarang. "Gue ewek sungguhan tau rasa elo!"
Deg! Jantung gue langsung berhenti berdetak saja rasanya. Kontol gue langsung tegang sempurna mendengarkan pikiran liar si Bang Sandro. Gue berharap banget dia lepas kendali terus ngewek gue.
Bang Sandro lalu gue denger melepas celana jeans-nya. Meskipun gue penasaran apa yang terjadi, gue tidak berani menoleh ke arah dirinya. Beberapa detik kemudian, gue dengar ada suara kocokan kontol dari arahnya tidur. Gue jadi deg-degan. Gila, Bang Sandro ngocoki kontolnya! Kira-kira sambil memandangi pantat mulus gue kagak ya? Gue pengen menoleh ke belakang, tapi gue gak berani. Kepalang tanggung juga.
Tiba-tiba ada suara Bang Sandro berdiri dari kasurnya yang gue dengar. Perlahan-lahan, suaranya mendekat ke arah gue. Jantung gue berdegup semakin kencang. Beberapa detik kemudian, gue merasakan tangan Bang Sandro mengelus-elus pantat gue yang bundar ke kanan-kiri-kanan-kiri secara lembut, sampai-sampai lama-lama dia tidak tahan lalu memakai kedua tangannya untuk mengelus dan meremasi pantat montok gue keras-keras. Sepertinya, dia tidak peduli lagi gue akan bangun.
Gue tersenyum dalam hati… Yessss!
🔥 ADEGAN PANAS INI KHUSUS PEMBACA VERSI LENGKAP 🔥
Untuk membaca versi lengkap tanpa sensor, silakan dapatkan novel ini melalui:
📖 Lynk.id – Klik di sini
📱 WhatsApp Admin: Klik di sini
📩 Telegram: Klik di sini
LANJUTAN SETELAH ADEGAN PANAS YANG DISENSOR:
Besok paginya, gue terbangun karena dikagetkan dengan teriakan si Idung, anak yang tidur di kasur atas gue.
"GILAAA!" si Idung berteriak histeris.
"Ada apa?" Semuanya menimpali karena terbangun kaget. "Ada apa, Dung?"
"TADI MALAM ADA YANG PAKE PANTAT MONTOK SI HARLAN!"
Gue berakting pura-pura kaget, padahal hati gue bener-bener kegirangan.
"Lho, kok ada pejuh di pantat Harlan sih?" tanya gue, pura-pura polos.
"Gila, siapa yang berani-beraninya pakai pantat montok Harlan?" penghuni kamar lain berkomentar.
"Pantat elo enggak sakit, Dek?" timpal anak lain.
"Enggak sih, Bang..." jawab gue santai, lalu mulai mengarang-ngarang cerita biar mereka makin bernafsu. "Harlan kalau tidur emang kayak kebo. Jadi, mau diapa-apain juga Harlan enggak kerasa."
🔥 ADEGAN PANAS INI KHUSUS PEMBACA VERSI LENGKAP 🔥
Untuk membaca versi lengkap tanpa sensor, silakan dapatkan novel ini melalui:
📖 Lynk.id – Klik di sini
📱 WhatsApp Admin: Klik di sini
📩 Telegram: Klik di sini
LANJUTAN SETELAH ADEGAN PANAS YANG DISENSOR:
"Lagian, elo pantat gede mulus kayak gitu lo umbar di depan gue," Bang Sandro malah menyalahkan gue. "Malah putih dan montok banget lagi. Cewek-cewek yang selama ini gue pakai aja kalah putih dan kalah montok dibandingin pantat montok Cina elo. Gue kan jadi napsu. Elo enggak marah kan?"
Gue tertawa sambil menggeleng-geleng, berusaha kelihatan santai.
"Uhhh, dasar loe!" Pak Dimas meneriaki Bang Sandro. "Kalau nafsu, semua juga nafsu lihatnya. Tapi kan enggak dipejuhin juga!"
Anak-anak lain ikutan tertawa. Gue jadi kegirangan mendengar anak-anak membenarkan perkataan kalau mereka bernafsu melihat pantat seksi gue. Gue harap anak-anak lain juga mulai berpikir jika memakai pantat gue untuk kepuasan kejantanan mereka itu lumrah-lumrah saja. Gue tersenyum kegirangan membayangkan hal-hal liar apa yang akan terjadi pada diri gue di kosan ini...
[ … ]
Mulai hari itu, gue usahakan untuk sering-sering tidur di kamar kos dan telanjang, mengiming- imingi anak-anak dengan kesemokan pantat gue.
Sebulan pertama, gue udah mulai mengenal kebiasaan mereka semua. Ternyata benar kata Bang Tono. Kosan ini benar-benar gila dan liar. Mereka semua sangat toleran dan saling memaklumi kebutuhan seks sesama teman mereka. Bayangkan saja, berkali-kali gue lihat para cowok di sini gantian membawa pacar atau perek sewaan mereka ke kamar dan menggarap mereka tanpa segan dan malu. Gue yang awalnya semangat setiap kali terjadi kejadian seperti itu lama-lama jadi terbiasa juga.
Bang Sandro ternyata juga punya cewek yang langganan diajak kemari. Ceweknya sebenarnya cenderung jelek dengan kulit gelap dan badan yang sedikit krempyeng yang payudara dan pantatnya sama sekali tidak montok. Tak jarang wanita itu diajak ke kasurnya dan dientoti secara brutal di samping gue. Gue selalu berusaha curi-curi pandang saat dia keenakan dan tidak menyadari kalau gue mengintip mereka. Diam-diam, gue berharap banget bisa dientoti Bang Sandro, mengingat dia juga sudah pernah memenuhi pantat montok gue dengan pejuhnya di hari pertama gue menginap di sana.
Dan tanpa diduga, hari itu datang juga.
[ … ]
Semalam, Bang Sandro membawa pacarnya datang ke kasurnya. Ketika sedang menyetubuhi wanita kurus itu, dia terkencing-kencing saat orgasme keluar dari memeknya. Bang Sandro yang mengomel karena kasurnya masih tetep pesing setelah diganti spreinya itu membuat si cewek ngambek dan langsung pulang.
"Dek, gue tidur di kasur elo malam ini boleh, ya?" kata Bang Sandro membangunkan gue yang lagi pura-pura tidur.
"Boleh, Bang..." jawab gue pura-pura masih mengantuk, lalu menggeserkan tubuh setengah telanjang gue sedikit.
"Elo tumben enggak biasanya gak tidur telanjang?" Bang Sandro bertanya kepo. "Biasanya elo tidurnya ke telanjang bulat."
Gue menjawab jujur, "Iya… Tadi Abang kan bawa cewek Abang kemari. Kan Harlan enggak enak kalau cewek abang jengah Harlan ikutan telanjang di sebelah kalian. Makanya Harlan tidur pakai baju tiap Abang lagi ngewein cewek Abang."
"Cewek gue udah pulang kok," jelas Bang Sandro. "Gue lepasin baju elo, ya?"
Gue berteriak kegirangan dalam hati. Bang Sandro lalu melepaskan semua kain yang melekat di tubuh gue dengan cepat.
"Gue enggak enak elo enggak nyaman soalnya enggak bisa tidur kayak kebiasaan elo biasanya," jelas Bang Sandro. "Nih gue juga telanjang sama kayak elo."
Gue melirik ke Bang Sandro sekilas. Benar saja! Dia sedang telanjang bulat! Kontolnya juga sedang separuh menegang! Entah karena melihat badan mulus gue atau karena persetubuhan yang sebenarnya belum tuntas dengan ceweknya tadi. Gue harap gara-gara melihat badan mulus gue. Gue lalu mengambil posisi memunggungi dia lagi, sengaja memposisikan pantat montok gue ke arahnya.
"Badan elu kok mulus banget sih, Dek," Bang Sandro dengan nakalnya meremas-remas pantat gue. "Lubang silit elo juga biasa pink enggak ada bulunya gitu. Kontolnya juga bersih, enggak ada jembutnya kayak anak bayi gitu."
"Ya kan dicukur bang," jawab gue pura-pura ogah-ogahan dan mengantuk.
Sebenarnya, gue memang sengaja cukur bersih semua bulu di tubuh gue dengan harapan bikin tubuh gue makin gemas di depan para straight. Hahaha.
"Elo udah ngantuk ya, Dek?"
"Iya, Bang," jawab gue berpura-pura. "Harlan tidur dulu ya, Bang. Kalau Abang mau ngapa- ngapain dulu enggak papa kok. Harlan kan kalau tidur susah dibangunin kayak kebo."
Gue sengaja menjawab omongannya dengan ambigu, mengharap dia menerima sinyal yang gue sampaikan.
"Bener nih?" Si Bang Sandro menyeringai mesum.
"Iya, Bang... Harlan mau bobok dulu. Besok ada urusan pagi."
"Ya udah, elo tidur aja," jawab Bang Sandro santai.
Gue langsung kembali memunggungi Bang Sandro dan pura-pura mendengkur ringan. Bang Sandro yang dari tadi gue rasakan melihati badan gue terdengar mulai gelisah. Gue terus pura- pura tidur dan tengkurap. Tidak berapa lama, lagi-lagi gue rasakan pantat gue dielus-elus dan lama lama diremas-remas oleh Bang Sandro. Makin lama semakin keras, Bang Sandro gue dengar mulai mengocok bantang kejantanannya sementara gue terus pura-pura tetap tidur.
Bagai disambar geledek, di luar dugaan, Bang Sandro mulai membuka belahan patat gua dan menjilatinya… Ouohhhh, gilaaaaaa... Enak banget rasanya di-rimming Bang Sandro! Gue benar- benar sekuat tenaga bertahan untuk tidak teriak. Agaknya, Bang Sandro sudah dibutakan nafsu dan tidak lagi peduli dengan sekitarnya dan terus menjilati lubang pantat gue dengan menggila sambil mendesah-desah keras… Gue yakin pasti ada setidaknya satu anak yang terbangun dan memperhatikan apa yang terjadi di ranjang kami.
Bang Sandro semakin berani dan dikontrol nafsu yang makin membabi buta. Diarahkan kontolnya secara perlahan menembus lubang pantat gue. Gue setengah mati menahan sakit dan sensasi didominasi yang luar biasa
Perlahan tapi pasti, rudal dahsyat itu masuk ke dalam dan mulai bergoyang-goyang mencari kenikmatannya. Gue merasa pantat gue penuh seperti mau BAB namun nikmat sekali. Bang Sandro terus menggoyangkan kontolnya, awalnya cukup lembut, namun lama-lama makin cepat dan mulai terdengar dia mengerang-ngerang agak keras. Gue masih pura pura tidur dengan tenangnya… Alangkah senangnya saat gue mendengar ada suara-suara goyangan dari ranjang- ranjang lain, tandanya mereka mulai bangun. Gue yakin ada yang diam-diam melihat gue sedang dientot Bang Sandro. Semakin lama, Bang Sandro sudah kehilangan kendali atas nafsunya dan mengentoti lubang mulus dengan buas.
Di luar dugaan gue, dia mencaplok mulut gue dan menanamkan lidahnya di dalam mulut gue dengan penuh nafsu. Mulutnya turun ke bawah, bergantian menjilati pentil gue yang pink melenting. Gue berusaha sekuat mungkin menahan erangan gue agar acara pura-pura tidur gue tidak terbongkar. Gue cuma berpura-pura seperti bangkai yang sedang dientotin pejantan. Hampir 20 menit, akhirnya Bang Sandro menyemprotkan spermanya di dalam lubang gue sambil mengerang keras-keras dan mulutnya menempel nikmat di mulut gue. Napasnya yang jantan dan hangat membuat gue begitu bernafsu. Sudah tidak bisa disembunyikan kontol gue yang dari tadi ngaceng tidak karuan dan tidak disadari Bang Sandro. Setelah itu, dia mencabut dan pejuhnya ikutan mengalir deras keluar dari lubang gue ke sprei dan kasur.
"Gila Ndro, Harlan lagi tidur elo pake aja? Enggak kasihan apa elo sama dia? Dia kan anaknya baik dan enggak neko-neko."
Gue taksir dari suaranya itu si Pak Dimas.
"Habis pantatnya montok dan mulus banget sumpah... Lebih montok dari pantat perempuan. Rapet banget lagi! Lebih rapet dari memek cewek gue," jawab Bang Sandro masih terengah- engah. "Loe cobain deh, Bang Dimas... Harlan kan kalau tidur kayak kebo. Dientot juga kagak bakalan bangun."
"Sebenarnya gue habis dari karaoke plus tadi. Ngentotin hostess disana," jelas Pak Dimas. "Tapi kok gue jadi sange lagi ya liat pantat putih Harlan dientotin elo."
"Iya, coba aja lagi. Daripada bayar perek ya, kan? Si Harlan kan montok dan kulitnya mulus. Enak banget dipakenya," Bang Sandro lalu tanpa segan-segan mencaplok bibir gue di depan mereka tanpa malu dan melumati gue habis-habisan. "Mulutnya juga enak banget. Seger dan wangi. Harlan kan putih dan bersihan anaknya. Enak banget dah. Daripada nyium perek. Bau mulutnya sering asem!"
"Gue ikutan, Bang," gue kaget ternyata ada suara si Fahri.
"Gue juga," ternyata si Bambang juga udah bangun.
“Gue sekalian!" Gila! Si Ahmad juga ikutan mau nimbrung.
Sebentar lagi, impian gue buat di-gangbang mereka bakal terwujud!
Pak Dimas lalu mendekati kasur gue diikutin tiga teman lainnya. Bang Sandro menyingkir sebentar. Kelihatannya, dia duduk kembali ke kasurnya. Pak Dimas sepertinya memperhatian pantat gue dan mulai mengelusnya. Tak kusangka, dia kemudian melepaskan seluruh pakaiannya dan langsung mengarahkan kontol kudanya ke lubang pantat gue yang masih longgar dan becek setelah habis dipakai Bang Sandro….
“Aaarrghhhhh… Eh gila, enak banget!” Pak Dimas berteriak tanpa berusaha memelankan suaranya.
Ketiga temannya menyaksikan dari dekat aksi itu langsung siap ikut menggarap gue. Salah satunya menyalakan lampu kamar sehingga otomatis kegiatan ngentot di kamar itu terlihat ke seluruh penghuni kos. Pak Dimas mengentotiku dengan liar, dan aku pura-pura terbangun. Tidak mungkin lagi aku berpura-pura tidur di tengah kenikmatan yang luar biasa ini.
"Pak, kenapa Harlan dientot?" tanya gue pura-pura polos.
Khawatir gue berontak, Fahri dan Bambang memegangi tangan gue, dan Ahmad membuka kaki gue lebih lebar agar Pak Dimas bisa mengentoti pantat ketat gue lebih leluasa sambil mengerang-ngerang.
🔥 ADEGAN PANAS INI KHUSUS PEMBACA VERSI LENGKAP 🔥
Untuk membaca versi lengkap tanpa sensor, silakan dapatkan novel ini melalui:
📖 Lynk.id – Klik di sini
📱 WhatsApp Admin: Klik di sini
📩 Telegram: Klik di sini
PANDUAN MEMBACA VERSI LENGKAP
Salam hangat untuk para pembaca setia,
Perkenalkan, saya Jeremy Murakami, seorang penulis cerita homoerotik yang menghadirkan kisah-kisah sensual, kontroversial, dan penuh skandal. Novel-novel saya menampilkan tokoh-tokoh pria tampan, jantan, dan memikat, dirancang khusus untuk Anda yang menikmati cerita erotis dengan kualitas premium.
Untuk menikmati novel ini dalam format PDF yang bisa Anda baca selamanya, tersedia tiga pilihan pembelian:
1. Melalui WhatsApp (Fast Response)
Silakan hubungi WhatsApp admin di 0813-3838-3995 atau klik link berikut:
📱 Chat via WhatsApp
Pembayaran dapat dilakukan melalui transfer Bank BCA/Mandiri (detail akan diberikan oleh admin).
File PDF akan dikirimkan melalui email atau langsung via WhatsApp, sesuai permintaan Anda.
2. Melalui Telegram (Fast Response)
Silakan hubungi akun @reading4healing atau klik link berikut:
📩 Chat via Telegram
Proses pembayaran dan pengiriman file sama seperti melalui WhatsApp.
3. Melalui Lynk.id (Pembayaran Digital Lengkap & Aman)
Jika Anda ingin pilihan pembayaran yang lebih fleksibel, Lynk.id adalah solusi terbaik!
Bisa menggunakan QRIS, Virtual Account, Kartu Debit/Kredit, DANA, ShopeePay, GoPay, dan OVO.
Setelah pembayaran, Anda akan langsung mendapatkan file PDF untuk diunduh.
Pastikan segera mengunduh file setelah pembelian untuk menghindari kendala di kemudian hari.
🔗 Beli melalui Lynk.id di sini
Jika ada pertanyaan atau kendala, silakan hubungi admin Reading4Healing melalui:
📱 WhatsApp: Klik di sini
📩 Telegram: Klik di sini
Terima kasih atas dukungan dan antusiasme Anda terhadap karya-karya saya. Semoga cerita ini memberikan pengalaman membaca yang tak terlupakan!
Salam hangat,
Jeremy Murakami
No comments:
Post a Comment